Hafizh M. Ashshiddiqie Kinantan
Penantian
kami untuk punya anak akhirnya berujung indah, hampir dua tahun kami menanti
kehadirannya. Di tahun pertama pernikahan kami, kami masih santai ketika
tanda-tanda kehamilan itu belum ada. Namun, menginjak tahun kedua, kekhwatiran
itu mulai muncul, ketika melihat teman-teman lain yang sudah memiliki anak,
yang sudah hamil padahal nikahnya baru 2 bulan lalu. deg! sedih. Suami sampai
berujar, "Sepi juga ya terasa kalo cuma berdua".
Berbagai
usaha pun kami lakukan, pemeriksaan ke dokter, konsumsi obat herbal, terapi,
apapun kami lakukan, dan yang pasti berdoa tanpa henti meminta kepada Sang Maha
Pemberi. Dan Alhamdulillah... Allah Maha Baik kepada hamba-hamba Nya. Di bulan
baik, Ramadhan tahun 2012 saat mencoba testpack untuk kesekian kalinya, garis merah
itu ada 2 yiaaayyy! Alhamdulillaaah...
Masa
kehamilan kulauli dengan penuh kebahagiaan, walaupun terasa berat di
trisemester pertama, namun aku bisa melaluinya dengan baik. Bahkan selama
hamil, aku beberapa kali melakukan perjalanan dinas ke luar kota, berharap anakku
bisa mengerti ibunya yang bekerja sejak dalam kandungan.
Hari
yang kami nanti akhirnya datang juga, 16 Maret 2013, meskipun perjuangan untuk
melahirkan normal berakhir di meja operasi. Sediiiih... sedih yang sangat
mendalam, kecewa mengapa tidak bisa melahirkan dengan jalan seharusnya. Namun
Allah punya caranya sendiri untuk menyelamatkan kami berdua, aku dan buah
hatiku. Saat masih berbaring di meja operasi, berjuta kebahagiaan yang
kurasakan saat suster menyodorkan pipi bayi mungilku, Hafizh, untuk kucium.
Ah.. begini rupanya bahagianya menjadi seorang ibu.
Sebelum
masuk ruang operasi, suami sudah membuat perjanjian dengan pihak rumah sakit,
bahwa kami harus dirawat dalam satu ruangan, dan bahwa kami hanya ingin memberi
anak kami ASI eksklusif. Alhamdulillah pihak rumah sakit mendukung, Hafizh hanya diambil suster di pagi hari
untuk dimandikan saja. Dihari-hari pertama, kami sama-sama kesulitan untuk
melakukan praktik menyusui ini. Aku belum pandai menyusui Hafizh, ASI ku juga belum
banyak.Jadi Hafizh minum hanya sedikit sekali, aku khawatir dan panik saat itu.
Tapi suami terus mencoba menenangkan, dan tetap mendampingi ku untuk terus
belajar menyusui. Suster-suster di rumah sakit juga menguatkanku, kata mereka Hafizh
bisa bertahan walaupun ASI ku masih sedikit. Akhirnya lama kelamaan aku
terbiasa menyusui Hafizh.
Dan
perjuangan pun berlanjut. Selama cuti, aku mulai menabung ASIP. Di awal-awal
memerah, dalam waktu satu jam hanya mampu memerah 30 ml. Butuh waktu yang lama
bagiku untuk mengumpulkan ASIP. Hampir 3 bulan berlalu, dan botol-botol kaca
mungil itu sudah mulai ramai mengisi freezer kulkas dua pintu ku. Senyum
bahagia setiap kali aku membuka pintu freezeer. Aahh.. aku sudah bisa tenang
meninggalkan anakku saat bekerja, mudah-mudahan ASIP nya cukup untuk anakku.
to be continue... (InsyaAllah)
Comments