satu jengkal saja
Melayang kembali ke memori 6 tahun lalu. Saat pertama kali menginjak dunia kampus. Di acara PDKT - Pengenalan Dunia Kampus Telekomunikasi (hah.. maksa sekali namanya), nama lain ospek di kampusku. Peserta ospek yang memakai jilbab diwajibkan memakai jilbab putih yang panjangnya minimal satu jengkal dari bahu. Bah! Alangkah hebohnya saat itu. Memang, gak ada yang complain langsung ke teteh-teteh panitia. Jelaslah, secara anak baru, mana diumumkan oleh bagian Tata tertib yang wajah panitianya disangar-sangarkan. Alhasil, kehebohan hanya terjadi di asrama putri, atau di kalangan mahasiswi baru saja. Bagi yang memang sudah berjilbab besar, no problemo. Tapi bagi yang pemula, sungguh sangat merepotkan. Jilbab segi empat dengan lebar 1.5 m, harus diapakai sepanjang hari, sejak pagi sebelum subuh sampai malam hari. Oh my God. Sungguh menyiksa rasanya.
Tapi, di balik itu semua… terselip edukasi di sana… itu bukan hanya sekedar peraturan panitia, bahkan tertera di Al-Qur’an, “…hingga menutupi dada…”.
Bertahun kemudian, seiring berjalannya waktu… ada yang berguguran, ada yang malah meneruskannya hingga detik ini. Subhanallah, hidayah Allah itu datang dari segala jalan.
Namun, ada hal yang kini ku risaukan.
Ketika hidayah itu sudah datang, kenapa malah diabaikan dan dilupakan?
Sedih saat melihat beberapa teman, kakak kelas, dan orang2 yang pernah ku kenal sewaktu di kampus merubah style-nya. Tentu saja, itu hak mereka. Benar, benar sekali, tidak ada hak bagi saya untuk menghakimi, mendiskreditkan mereka… hanya sebatas sedih dan kecewa.
Dan memang benar, iman itu bukan dinilai dari panjang-pendeknya jilbab. Namun, bukankah Allah telah menetapkan ? “Katakanlah kepada wanita yang beriman… … … . . Dan hendaklah mereka menutupkan kerudung kepalanya sampai kedadanya”… An Nur ayat 31
Kurang penjelasan apalagi? Oh.. mungkin standard dada-nya setiap orang berbeda. Begitukah?
Tak ingatkah saat kita berproses menggapainya? Bertubi jalan yang kita lewati...
Saat pulang kampung dan menghadapi keluarga, khususnya orang tua, dengan style baru kita?
Mungkin ada yang memandang negative dengan penampilan kita, disangka ikutan aliran-aliran yang gak bener, apalagi Bandung terkenal dengan berbagai macam alirannya. Namun ternyata kita berani berargumen, tetap pada pendirian kita. Bertahun.. setiap kali pulang, dengan penampilan yang sama, hingga pada akhirnya... keluarga, orang tua, dan handai taulan terbiasa. Lupakah dengan itu semua?
Ingatkah saat bertemu dengan teman-teman sekolah, yang mengenal seperti apa kita saat di skeolah, namun hadir dengan penampilan baru, yang bisa membuat mereka terpelongo, ditambah berbagai statement, “eh, ada yang udah tobat nih”.
Ya ukhti... apa yang kita kejar di dunia ini?
Bukankah hanya Allaahu ghoyatuna?
*introspeksi buat diri sendiri. Ya Allah.. kumohon, istiqomahkan kami di jalan-Mu, hingga akhir nafas kami di bumi-Mu ini. Jangan ambil hidayah yang telau Kau hadiahkan pada kami. Amin.
oct 21, '10 5:43 am
Comments