hanya 18 tahun
Ada sebuah cerita yang diangkat dari kisah nyata (bukan diangkat sih, emang kisah nyata yang terjadi pada teman adik saya).
Sari namanya, masih 18 tahun, baru saja lulus SMA tahun ini, dan berhasil mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah di salah satu universitas di Jakarta. Sama persis dengan adik saya, hanya berbeda sekolah, itu juga angka sekolah nya beda 1 digit, 3 dan 4. Mereka berkenalan saat pertemuan calon mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dengan pihak universitas yang diadakan di Novotel Medan. Kesamaan nasib mengantarkan mereka ke Jakarta, untuk hidup bersama, sekamar. Saya bertemu dengannya pertama kali ketika menjemput mereka di BSH (Bandara Soekarno Hatta). Berinteraksi dengannya kurang lebih 3 hari. Yang saya lihat, Sari anak yang baik, cerdas, shaleh, rajin melakukan shalat sunat dan tilawah.
Setelah 3 hari, menemani mereka di Jakarta, saya harus kembali ke Bandung. Dan mereka pun mulai ospek.
Sehari saya tinggal, saya mendapat laporan dari ortu, Deli kesasar saat pulang dari kampus , sampai malam baru sampai kos. Hal itu membuatnya shock. Ditambah sari yang jatuh sakit. Jadi dia juga harus merawat Sari. Belum seminggu berlalu, Deli memutuskan untuk kembali ke Medan, kebetulan diterima di Fakultas Kedokteran yang bukan keinginannya, tapi bapak.
Saat Deli mau pulang, Sari juga sebenarnya ingin kembali ke Medan, ternyata mereka berdua sama-sama tidak mampu bertahan hidup di Jakarta. Tapi, malangnya Sari, orang tuanya tidak mengizinkan pulang. Akhirnya tinggallah Sari sendiri di belantara Jakarta. Dengan kondisi yang belum sembuh total. Dan sejak Deli pindah ke Medan, Sari tinggal dengan Teman ayahnya yang berdomisili di Jakarta.
Beberapa hari berlalu...
Deli, yang sudah mulai enjoy dengan kuliahnya, tiba-tiba dihubungi oleh pihak kampus dimana ia dan Sari mendapatkan beasiswa. Awalnya, Deli mengira ada urusan adminstrasi yang masih belum terselesaikan, ternyata tidak Pihak kampus menanyakan hubungan Deli dengan Sari, menanyakan siapa saja yang berinteraksi dengan Sari dan Deli saat di Jakarta. Deli menjawab sejujurnya. Hanya ada saya dan abang saya yang menemani mereka. Kebetulan abang saya berdomisili di Serang, Banten.
Sudah, tidak ada kecurigaan apapun.
Esoknya, abang saya menghubungi orang tua saya dan mengabarkan bahwa Sari sekarang berada di RSJ di Grogol. Betapa terkejutnya kami semua. Sudah beberapa hari katanya. Berarti saat pihak kampus menghubungi Deli, Sari tengah berada di rumah sakit. Dan ternyata, selam kuliah Sari juga sudah menunjukkan gajala-gejala aneh. Tiga atau empat hari kemudian Ibu Sari menjemputnya dan membawanya pulang ke Medan. Dengan harapan bahwa Sari akan sembuh ketika berada di samping ibunya. Saya dan keluarga mengira, pasti Sari akan baik-baik saja di Medan.
Tapi... awal Ramadhan kemarin, tepatnya tanggal 8 September 2008/8 Ramadhan 1429 H, pukul 4.30 pagi, sebelum azan subuh berkumandang di kota Medan, kami mendapatkan kabar yang sungguh sangat mengejutkan, Sari meninggal Dunia. Saat mnerima sms yang diforward dari kakaknya Sari oleh adik saya, sungguh saya tidak percaya. Dan ternyata, sebelum meninggal, ia sempat dirawat di RSJ Medan, dan ia meninggal di sana, dalam usianya yang masih sangat muda. Bagi kita yang sudah pernah melalui usia itu, pasti tau bagaimana rasanya berada di usia itu. Ia pergi di bulan yang sangat baik. Semoga Allah menempatkannya di Syurga. Amin.
Dan ternyata...
Sari memendam banyak hal.
Ia tertekan.
Ia tidak mempunyai teman bicara, teman berbagi cerita.
Ia merindukan orang-orang yang disayanginya.
Ia ingin kembali ke keluarganya.
Semua terungkap dari sms yang dikirimkannya ke sahabat-sahabatnya di SMA.
Sudah sejak lama, bukan hanya saat mereka memulai hidup di Jakarta. Tapi, di tahun-tahun sebelumnya.
Dengan latar belakang keluarga yang broken home, ayah dan ibu yang tidak terlalu peduli padanya, itu semua sudah membuatnya menjadi anak yang cukup pendiam. Ditambah tekanan hidup sendiri di Jakarta, memberian banyak kontribusi negatif pada dirinya. Awal sekali saya bertemu dia, saya melihat semangat di matanya, melalui obrolan dengannya, ada jutaan semangat menuntut ilmu di sekelilingnya. Bahkan Sari sudah merencanakan hari-hari selama Ramadhan nanti, bagaiman mereka akan memasak untuk sahur, Subhanallah. Tapi, setiap malam dia semakin diam, sesekali ia menetesakn air matanya, diam-diam, berharap saya dan adik saya tidak tahu. Tapi, sebagai orang yang pernah mengalami hal yang sama, berpisah dari orang tua, hidup sendiri, saya sudah tau gelagatnya, tapi saya memang membiarkannya untuk menangis. Esok paginya biasanya baru saya ajak ngobrol. Tapi ternyata semangat itu terus redup dari dalam dirinya.
Sari sudah berada dalam dunianya sendiri saat di rumah sakit, di Jakarta. Bahkan ia tidak mengenal ibunya. Selama di rumah sakit, ia sering melakukan kegiatan-kegiatan yang mungkin menjadi favoritnya saat sekolah; paskibra. Setiap hari tidak ada makanan yang masuk ke dalam tubuhnya, ia tidak mau makan, hanya infus, itu juga sering dilepas. Kadaan ini menyebabkan lambungnya yang memang ada mag menjadi kronis. Ditambah, sang ibu yang jarang hadir menemaninya di rumah sakit.
Pemakamannya dihadiri ratusan orang siswa sekolahnya, orang-orang yang melayat hanya punya sedikit waktu untuk melihat wajanya terakhir kali, karena panjangnya antrian.
Hanya 18 tahun hidupnya,tapi ia menjadi sebuah pengingat bagi para orang tua, ia menjadi sebuah kenangan yang terdalam bagi sahabat-sahabatnya di sekolah, ia menjadi sebuah pelajaran bagi orang-orang yang mengenalnya.
Tidak ada yang perlu disalahkan dari peristiwa ini, semua memang sudah digariskan oleh Allah. Tapi, hal ini sungguh menjadi pelajaran berharga bagi saya dan keluarga saya. Juga untuk ibu, ayah dan keluarga Sari.
Semoga segala amal ibadahnya ditermia oleh Allah, dan ia bisa menjadi salah satu bidadari Syurga. Amiin.
Untuk Sari, yang tidak akan pernah kami lupakan
22 September 2008
11:15
Hikmah dari kisah ini:
-Manfaatkan waktu yang diberikan oleh Allah sebaik-baiknya, karena kematian itu, sebuah kejutan besar dari Allah.
-jangan memendam sebuah kesedihan, ungkapkanlah pada orang-orang yang kita percayai.Atau, jika tidak mampu bercerita, tulislah pada media apa saja yang paling disukai. Karena, itu akan menjadi bukti sejarah hidup kita. Yang siapa tahu akan bermanfaat bagi orang lain ketika kita telah pergi.
-sayangi dan perhatikan apa yang ada di sekitarmu, selagi ada. Karena kita tidak akan pernah merasa kehilangan sebelum semuanya benar-benar menghilang. Dan ketika kita sadar, jangan sampai kita menjadi orang-orang yang menyesal kemudian.
sep 26, '08 3:47 am
Sari namanya, masih 18 tahun, baru saja lulus SMA tahun ini, dan berhasil mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah di salah satu universitas di Jakarta. Sama persis dengan adik saya, hanya berbeda sekolah, itu juga angka sekolah nya beda 1 digit, 3 dan 4. Mereka berkenalan saat pertemuan calon mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dengan pihak universitas yang diadakan di Novotel Medan. Kesamaan nasib mengantarkan mereka ke Jakarta, untuk hidup bersama, sekamar. Saya bertemu dengannya pertama kali ketika menjemput mereka di BSH (Bandara Soekarno Hatta). Berinteraksi dengannya kurang lebih 3 hari. Yang saya lihat, Sari anak yang baik, cerdas, shaleh, rajin melakukan shalat sunat dan tilawah.
Setelah 3 hari, menemani mereka di Jakarta, saya harus kembali ke Bandung. Dan mereka pun mulai ospek.
Sehari saya tinggal, saya mendapat laporan dari ortu, Deli kesasar saat pulang dari kampus , sampai malam baru sampai kos. Hal itu membuatnya shock. Ditambah sari yang jatuh sakit. Jadi dia juga harus merawat Sari. Belum seminggu berlalu, Deli memutuskan untuk kembali ke Medan, kebetulan diterima di Fakultas Kedokteran yang bukan keinginannya, tapi bapak.
Saat Deli mau pulang, Sari juga sebenarnya ingin kembali ke Medan, ternyata mereka berdua sama-sama tidak mampu bertahan hidup di Jakarta. Tapi, malangnya Sari, orang tuanya tidak mengizinkan pulang. Akhirnya tinggallah Sari sendiri di belantara Jakarta. Dengan kondisi yang belum sembuh total. Dan sejak Deli pindah ke Medan, Sari tinggal dengan Teman ayahnya yang berdomisili di Jakarta.
Beberapa hari berlalu...
Deli, yang sudah mulai enjoy dengan kuliahnya, tiba-tiba dihubungi oleh pihak kampus dimana ia dan Sari mendapatkan beasiswa. Awalnya, Deli mengira ada urusan adminstrasi yang masih belum terselesaikan, ternyata tidak Pihak kampus menanyakan hubungan Deli dengan Sari, menanyakan siapa saja yang berinteraksi dengan Sari dan Deli saat di Jakarta. Deli menjawab sejujurnya. Hanya ada saya dan abang saya yang menemani mereka. Kebetulan abang saya berdomisili di Serang, Banten.
Sudah, tidak ada kecurigaan apapun.
Esoknya, abang saya menghubungi orang tua saya dan mengabarkan bahwa Sari sekarang berada di RSJ di Grogol. Betapa terkejutnya kami semua. Sudah beberapa hari katanya. Berarti saat pihak kampus menghubungi Deli, Sari tengah berada di rumah sakit. Dan ternyata, selam kuliah Sari juga sudah menunjukkan gajala-gejala aneh. Tiga atau empat hari kemudian Ibu Sari menjemputnya dan membawanya pulang ke Medan. Dengan harapan bahwa Sari akan sembuh ketika berada di samping ibunya. Saya dan keluarga mengira, pasti Sari akan baik-baik saja di Medan.
Tapi... awal Ramadhan kemarin, tepatnya tanggal 8 September 2008/8 Ramadhan 1429 H, pukul 4.30 pagi, sebelum azan subuh berkumandang di kota Medan, kami mendapatkan kabar yang sungguh sangat mengejutkan, Sari meninggal Dunia. Saat mnerima sms yang diforward dari kakaknya Sari oleh adik saya, sungguh saya tidak percaya. Dan ternyata, sebelum meninggal, ia sempat dirawat di RSJ Medan, dan ia meninggal di sana, dalam usianya yang masih sangat muda. Bagi kita yang sudah pernah melalui usia itu, pasti tau bagaimana rasanya berada di usia itu. Ia pergi di bulan yang sangat baik. Semoga Allah menempatkannya di Syurga. Amin.
Dan ternyata...
Sari memendam banyak hal.
Ia tertekan.
Ia tidak mempunyai teman bicara, teman berbagi cerita.
Ia merindukan orang-orang yang disayanginya.
Ia ingin kembali ke keluarganya.
Semua terungkap dari sms yang dikirimkannya ke sahabat-sahabatnya di SMA.
Sudah sejak lama, bukan hanya saat mereka memulai hidup di Jakarta. Tapi, di tahun-tahun sebelumnya.
Dengan latar belakang keluarga yang broken home, ayah dan ibu yang tidak terlalu peduli padanya, itu semua sudah membuatnya menjadi anak yang cukup pendiam. Ditambah tekanan hidup sendiri di Jakarta, memberian banyak kontribusi negatif pada dirinya. Awal sekali saya bertemu dia, saya melihat semangat di matanya, melalui obrolan dengannya, ada jutaan semangat menuntut ilmu di sekelilingnya. Bahkan Sari sudah merencanakan hari-hari selama Ramadhan nanti, bagaiman mereka akan memasak untuk sahur, Subhanallah. Tapi, setiap malam dia semakin diam, sesekali ia menetesakn air matanya, diam-diam, berharap saya dan adik saya tidak tahu. Tapi, sebagai orang yang pernah mengalami hal yang sama, berpisah dari orang tua, hidup sendiri, saya sudah tau gelagatnya, tapi saya memang membiarkannya untuk menangis. Esok paginya biasanya baru saya ajak ngobrol. Tapi ternyata semangat itu terus redup dari dalam dirinya.
Sari sudah berada dalam dunianya sendiri saat di rumah sakit, di Jakarta. Bahkan ia tidak mengenal ibunya. Selama di rumah sakit, ia sering melakukan kegiatan-kegiatan yang mungkin menjadi favoritnya saat sekolah; paskibra. Setiap hari tidak ada makanan yang masuk ke dalam tubuhnya, ia tidak mau makan, hanya infus, itu juga sering dilepas. Kadaan ini menyebabkan lambungnya yang memang ada mag menjadi kronis. Ditambah, sang ibu yang jarang hadir menemaninya di rumah sakit.
Pemakamannya dihadiri ratusan orang siswa sekolahnya, orang-orang yang melayat hanya punya sedikit waktu untuk melihat wajanya terakhir kali, karena panjangnya antrian.
Hanya 18 tahun hidupnya,tapi ia menjadi sebuah pengingat bagi para orang tua, ia menjadi sebuah kenangan yang terdalam bagi sahabat-sahabatnya di sekolah, ia menjadi sebuah pelajaran bagi orang-orang yang mengenalnya.
Tidak ada yang perlu disalahkan dari peristiwa ini, semua memang sudah digariskan oleh Allah. Tapi, hal ini sungguh menjadi pelajaran berharga bagi saya dan keluarga saya. Juga untuk ibu, ayah dan keluarga Sari.
Semoga segala amal ibadahnya ditermia oleh Allah, dan ia bisa menjadi salah satu bidadari Syurga. Amiin.
Untuk Sari, yang tidak akan pernah kami lupakan
22 September 2008
11:15
Hikmah dari kisah ini:
-Manfaatkan waktu yang diberikan oleh Allah sebaik-baiknya, karena kematian itu, sebuah kejutan besar dari Allah.
-jangan memendam sebuah kesedihan, ungkapkanlah pada orang-orang yang kita percayai.Atau, jika tidak mampu bercerita, tulislah pada media apa saja yang paling disukai. Karena, itu akan menjadi bukti sejarah hidup kita. Yang siapa tahu akan bermanfaat bagi orang lain ketika kita telah pergi.
-sayangi dan perhatikan apa yang ada di sekitarmu, selagi ada. Karena kita tidak akan pernah merasa kehilangan sebelum semuanya benar-benar menghilang. Dan ketika kita sadar, jangan sampai kita menjadi orang-orang yang menyesal kemudian.
sep 26, '08 3:47 am
Comments